Open/Close Menu

FAJAR TREND – Tren operasi plastik untuk kecantikan kini makin berkembang. Alasan permintaan permak wajah pun bermacam-macam. Bukan melulu alasan kesehatan, melainkan juga alasan yang tak biasa.

Ahli kecantikan dr Adri D. Prasetyo SpKK menuturkan beberapa kali memiliki pasien dengan permintaan aneh.

“Ada yang datang karena face reading-nya buruk,” kata Adri.

Misalnya, karena memiliki tahi lalat di bawah mata, ada yang menafsirkan bahwa si pemilik wajah akan dirundung kesedihan.

Oleh karena itu, si pasien ingin menghilangkan tahi lalat tersebut. Ada juga yang ingin membuat bibir agar terlihat tersenyum.

Alasan yang sering dipakai pasien adalah agar lebih percaya diri.

Sebagian pasien menjadikan figur publik sebagai panutan. “Ada pasien usia 60 tahun yang request filler di bibir supaya mirip Kylie Jenner,” cerita Adri.

Apa yang dilakukan para selebriti ingin diterapkan oleh pasien.

Ada pasien dengan struktur wajah bulat yang ingin mengoreksi bentuk dagunya supaya sama dengan Dewi Perssik.

Cerita serupa diutarakan dr Beta Subakti Nataatmaja SpBP RE(K). Paling sering, dia menemui pasien untuk membentuk hidung dan kelopak mata.

“Rata-rata yang ditiru itu artis atau bentuk wajah orang Korea,” ungkapnya.

Pernah suatu kali pasien meminta dibuatkan hidung mirip Sophia Latjuba. Padahal, secara bentuk, hidung si pasien cukup besar. Tipikal hidung jambu.

“Akhirnya, saya tolak karena memang tidak bisa. Kalau saya iyakan, khawatir ekspektasinya tidak terpenuhi,” tutur dokter di RS Onkologi Surabaya itu.

Menurut pengamatan Beta, pasien kini semakin berani bereksperimen. “Selain bentuk, mereka juga meminta teknik tindakan apa yang akan dilakukan,” jelasnya.

Spesialis bedah plastik itu menjelaskan, yang belakangan mulai masuk adalah bone conturing. Teknik tersebut merupakan rekonstruksi wajah dengan memotong tulang.

“Mirip yang dilakukan penyanyi dangdut Nita Talia,” tuturnya.

Adri menambahkan, yang sedang hit adalah penanganan total face approach.

Tren baru tersebut merupakan teknik kecantikan yang tidak hanya mengoreksi satu hal. Namun, juga mengoreksi wajah secara keseluruhan.

“Terapi yang digunakan pun kombinasi. Misal, krim perawatan, laser, peeling, ultrasound, botulinum toxin, dan filler,” katanya.

Adri maupun Beta, sebelum melakukan tindakan, pasti mengadakan konseling. Konseling tidak hanya sebentar.

Bisa sampai dua jam per pasien. Tujuannya, si pasien paham apa yang akan didapatnya.

“Ada beberapa yang mengalami body dysmorphic disorder (BDD),” jelas Beta.

Pasien jenis itu memiliki ketidakpuasan terhadap penampilannya. Bahkan, dia merasa cemas dengan kekurangan pada tubuhnya.

Padahal, bisa jadi kekurangan tersebut tercipta karena imajinasinya.

Pasien seperti itulah yang biasanya dihindari Beta maupun Adri. Permintaan yang di luar batas kewajaran tidak akan dikerjakan.

Sayangnya, beberapa orang justru memilih lari kepada mereka yang tidak kompeten mengerjakan penanganan.

Sebab, pasien kerap kali tidak mendapat informasi yang benar. “Kalau sudah salah, baru ke kami. Sedangkan rekonstruksi ulang lebih susah,” jelas Adri. (Fajar/JPNN)