Jakarta, Terry Armstrong (52) mengaku payudaranya lebih berisi dan kencang setelah mendapat suntikan darahnya sendiri. Tapi referensi ilmiah soal metode ini masih sulit ditemukan.
dr Beta Subakti Nata’atmaja SpBP-RE(K), spesialis bedah plastik di RSUD Dr Soetomo Surabaya mengatakan prosedur yang disebut sebagai vampire breastlift atau dracula therapy oleh media sebenarnya adalah penamaan yang tidak baku. “Marketing stunt kalau saya boleh bilang,” ujar dr Beta mengomentari metode tersebut dalam perbincanga dengan detikHealth, Jumat (18/12/2015).
Prosedur ini sebenarnya bukan menyuntikan darah sendiri ke payudara, melainkan menyuntikkan sebagian komponen darah sendiri atau platelet rich plasma. Seperti dikerahui darah sebenarnya terdiri dari berbagai komponen, sederhananya sel darah merah dan plasma. Nah, melalui proses centrifugasi, darah akan terpisah antara sel darah merah dan plasmanya.
“Di dalam plasma banyak terdapat platelet, bagian komponen darah yang mempunyai banyak fungsi, salah satunya penyembuhan luka dan proses penghentian perdarahan,” jelas dr Beta.
dr Beta sempat mencari tahu tetang metode yang tidak lazim di Indonesia itu melalui mesin pencari Google. Yang ditemukan dr Beta ternyata lebih banyak yang arahnya ke klinik kecantikan dan tulisan non-ilmiah.
dr Beta juga mencari tahu melalui jaringan pubmed (situs jurnal ilmiah), hasilnya sama sekali tidak menemukan jurnal ilmiah yang membahas breast augmentation dengan hanya menggunakan platelet rich plasma (PRP). “Yang ada adalah kombinasi antara PRP dan lemak,” imbuhnya.
Karena itu pula, dr Beta tidak memiliki dasar pengalaman dan dasar ilmiah yang cukup untuk mengatakan bahwa vampire breastlift bisa mengencangkan payudara. Jika ada orang yang mengklaim bisa merasakan efeknya, menurut dr Beta, bisa terjadi hanya karena efek penambahan volume saja yang mana tidak permanen atau ditambahi oleh efek placebo (sugesti).
Terkait risiko, sejauh ini yang dr Beta lihat sama seperti risiko penyuntikan yang lain seperti infeksi dan tertular penyakit bila menggunakan alat yang tidak steril. “Sedangkan risiko yang khusus, ada yang berhipotesa akan rangsangan aktifnya sel kanker, karena PRP mengandung growth factor, tapi ini juga bukan hasil penelitian ilmiah. Jadi belum ada yang bisa memastikan,” paparnya.
Nurvita Indarini – detikHealth